Menentukan Efektivitas Obat Kelasi Besi

Dalam hal obat kelasi zat besi, kita masih jauh tertinggal dibanding negara-negara lain, yang sudah memperhatikan sampai tingkat efikasi-nya...

Jarang sekali (semoga saya yang salah mengamati yach?) dokter yang mau memperhatikan efikasi obat kelasi zat besi yang digunakan...

Meski kita bisa mempelajari dari leaflet produsen obat itu sendiri, berapa dosis standart penggunaan yang AMAN, efektif... Kita perlu memahami bahwa data itu diperoleh dari suatu penelitian dan pendekatan statistik... Bahwa rata-rata (bukan semuanya!) jika pasien mengkonsumsi obat itu sesuai dosis yang disarankan si produsen, maka masalah kelebihan zat besi pada thaller yang rutin berkala tranfusi, bisa terkendali...

Untuk memahami suatu efikasi, kita bisa menelaah, ada orang yang cocok dengan obat batuk A, namun kurang cocok dengan obat batuk B, meski kedua obat itu sama sama obat batuk juga... bukan begitu?

Nah demikian pula dengan obat kelasi zat besi... Efektifitas dan dosis penggunaannya sebenarnya sedikit (nggak banyak laa) bervariasi antara thaller yang satu dan thaller yang lainnya...

Selama ini kita hanya memperhatikan suatu kecocokan obat kelasi zat besi itu hanya sebatas dari dampak sampingnya saja (mual, muntah, pegal linu, ruam memerah, turunnya kadar leukosit, atau terganggunya organ liver), memang itu juga penting sih... Namun ada satu yang suka dilupakan, yaitu EFIKASI...

Bagaimana cara yang mungkin yang tidak terlalu rumit untuk menentukan efikasi obat kelasi besi yang kita gunakan?

Dengan mengukur kadar ferritine dalam darah secara berkala... Kecenderungan data yg ada (bukan data individual per sample!) Itu yang bisa mewakili neraca zat besi dalam tubuh thaller...

Jika dalam setahun kadar ferritinenya punya kecenderungan terus meningkat, maka bisa menggambarkan bahwa zat besi yang masuk lebih banyak dibanding zat besi yang mampu dikeluarkan, sehingga penumpukan zat besi cenderung bertambah...

Dari situlah, kita perlu mengevaluasi, apa penyebab necara zat besinya meningkat...
Bisa karena beberapa hal:
  1. Ada suatu peradangan dalam tubuh kita (misal di liver) sehingga angka ferritine yang dihasilkan TIDAK bisa memetakan kadar zat besi dalam tubuh... Jika ini penyebabnya, perhatian kita mencari dan mengobati peradangan yang terjadi dong... (Misal liver), ketika peradangan yang terjadi sembuh atau bisa kita kurangi, maka kadar ferritine akan berkurang dengan sendirinya tanpa perlu merubah dosis atau jenis obat yang dipakai...
  2. Karena berat badan si thaller terus bertambah, sehingga kebutuhan darah terus meningkat, sedang dosis obat kelasi zat besinyanya tidak di koreksi, tentu keteteran dong...
  3. Konsumsi obat kelasi zat besinya tidak disiplin, atau mengkonsumsi dengan cara yang tidak tepat... Misal konsumsi ferriprox dua kali sehari, itu jelas cara konsumsi yang keliru...
  4. Jika semua faktor diatas tak bermasalah, maka neraca zat besi inilah yang menjadi suatu dasar perlu peningkatan dosis penggunaan obat...
Salam perjuangan...
____
Arsip Group Thalasemia
Ditulis oleh Andrianto Gandhi